Kamis, 08 September 2016

Jembatan Merah

Saya suka jembatan.
(:


Inilah kemegahan cinta yang tulen, yang pernah berakar; dan pernah berantakan, tapi kini kembali menggaung, karena nurani yang tidak pernah menyerah. Ia dipijak, dianiaya, diperkosa, dan dipaksa untuk mati, tapi tak pernah ia merasa kalah, tak pernah ia binasa...
Remy Sylado- Kembang Jepun. 

Pertama kali baca novel nya pas SMP(sekitar 12th lalu) , nemu di perpustakaan sekolah. Lalu baca lagi pas SMA(sekitar 10th lalu), masi juga minjem di perpustakaan sekolah. Sekian (puluh) tahun berlalu akhirnya 30 Agustus 2016 kesampaian juga menginjakkan kaki di tempat ini. Konyol sih kata teman saya, kamu sudah sampai ujung Papua tapi Surabaya malah belum pernah, mengingat jarak Surabaya - Malang hanya sekian sentimeter di peta.
Hehehe....you don't get it.
Tempat-tempat seperti ini sakral buatku mamen..titik simulakrum. Mewah. Semacam jumpa fans dengan artis pujaan. Sesuatu yang begitu sureal tetiba so real. Tak ternilai. Baru sebanding kalo dipasrahkan ke momentum alami, kesadaran non lokal. Sesuatu yang asing tapi familiar. Aneh tapi nyata. Megah. Tapi bisa saja kan, tinggal dijadwalkan sebelum take off pergi kesini dulu, toh kamu bolak balik ke bandara belok mampir sebentar kan gampang, tinggal bilang. Yeah..say what you say..you don't get it my friend.
(:


Saya suka jembatan.
Entah kenapa.
Suka.
Selalu suka.

*Akhirnya ke Jembatan Merah juga..dan kebetulan pas lagi baca karya Remy Sylado yang lain Perempuan Bernama Arjuna(filsafat dalam fiksi) baru separuh buku..see...awesome right...the power of kebetulan. Strange Atractor. Strange de Javu.


#me #love #jembatan #jembatanmerah #mystory#justthinking #kembangjepun
 — di Jembatan Merah. Surabaya.

Tidak ada komentar: