Selasa, 20 September 2016

Wisanggeni

Wisanggeni berhak ugal-ugalan. Dia diperlakukan tidak adil sejak di kandungan. Toh dia cuma bangsat di luar, dia asli nasionalis sejati.

Kenapa #wisanggeni ugal-ugalan, supaya sopan santun tidak digunakan untuk menipu. Menipu dengan sopan. Dia anti yg begitu-begitu.

Yang bisa dekat dengan #wisanggeni cuma mereka yang gak takut api. Yang cari aman dan ikut senang, gak usah ngaku-aku. Malu.

Yang ingin ketemu #wisanggeni, harus berani disakiti. Yang lalu berani sembuh pun tumbuh dan tetap bisa jatuh cinta.

Wisanggeni senang menyendiri, tapi tidak masalah dengan keramaian. Di Megamalang, mendung yang melintang, di sana dia biasa ngaso.
Dari sana semua tempat terpencil bisa kentara, yang tertutup menjadi terbuka, maka tidak heran pemuda itu demikian lugasnya.
Wisanggeni adalah inti api yang luwes, membakar yang perlu, dan mematangkan.
Wisanggeni pernah Debat hebat dengan Kresna di usia yang amat muda.
Kresna pernah bertanya. Wisanggeni, adakah yang kautakuti? Anak muda itu menjawab, banyak. Tapi selalu kutantang mereka.

Wisanggeni pernah takut pertanyaannya tak terjawab. Siapa ayahnya. Dan semua pemilik jawaban ditantangnya terang-terangan.
Wisanggeni pernah takut tak memiliki ketakutan lagi. Kresna menantangnya di hari menjelang Baratayuda. Merelakan kemenangan.

Tidak cukup menakutkan buat Wisanggeni. Ternyata ketakutannya bukan itu. Cuma satu. Takut tidak berguna.
Hidup sekedar mampir minum? Buat Wisanggeni, plus mampir main-main. Terlalu tahu justru bikin bosan. Mari bermain.

Kepolosan layaknya masa kanakmu, pertahankan itu, teriak Wisanggeni kepada Anoman suatu kali. Kera yang sudah amat tua.
Pada pemuda ini kita belajar soal jangka, jari-jari lingkaran. Jangan mengumpat kalau kupingmu masih panas saat diumpat balik.

Tua muda itu soal waktu saja. Tapi mempertahankan polos kanak adalah pilihan, apa gunanya pernah kanak kalau kemudian ingkar.

Benar memang, waktu kadang menunda kebenaran. Demikianlah, mau cepat harus siap lambat. Bergerak itu pangkalnya diam.
Kalau kau suka bermain, bermainlah dengan sungguh-sungguh, maka ada Wisanggeni dalam dirimu.

*Salam
#wisanggeni Oleh ki Nanang hape

Jumat, 16 September 2016

Pada suatu ketika

Kumenanti.
Dari jam sembilan pagi sampai jam satu siang ini.
Dari mual..tidak mual..mual..lapar..lalu kenyang..lalu mual..dan sekarang tidak terlalu mual.
Dari sampai..pindah birokrasi..lalu antri..periksa..diinterogasi..trus gelar barang bukti.
Menanti kepastian..izin untuk memiliki buah cinta satu lagi.
Bersyukur sekali-meski tak kupungkiri awalnya banyak sekali pertanyaan kenapa begitu kenapa begini, kenapa saat ini lalu menangis di pagi dini hari.
Ya..giliranku sebentar lagi.
Lima pasien lagi.
Dan dag dig dug ini rasanya makin tak terkendali.
Sesak nafas sesekali serasa ketemu si jaga portibi.
Huah..kebetulan..ini hujan tetiba datang deras sekali..seolah dikirim untuk menemani dan menenangkan hentakan mual yang tetiba menyerang lagi.
Kali ini...saja.
Kumohon dengan sangat.
Izinkan kumiliki satu lagi.
Di waktu yang sempat kukira akan jadi penghujung usiaku.
Di saat lelah setia kuhela tiap detik berlalu.
Di ketika cinta menabur benih yang paling jujur.
Kumohon.
Kali ini.
Saja.

Kamis, 08 September 2016

Jembatan Merah

Saya suka jembatan.
(:


Inilah kemegahan cinta yang tulen, yang pernah berakar; dan pernah berantakan, tapi kini kembali menggaung, karena nurani yang tidak pernah menyerah. Ia dipijak, dianiaya, diperkosa, dan dipaksa untuk mati, tapi tak pernah ia merasa kalah, tak pernah ia binasa...
Remy Sylado- Kembang Jepun. 

Pertama kali baca novel nya pas SMP(sekitar 12th lalu) , nemu di perpustakaan sekolah. Lalu baca lagi pas SMA(sekitar 10th lalu), masi juga minjem di perpustakaan sekolah. Sekian (puluh) tahun berlalu akhirnya 30 Agustus 2016 kesampaian juga menginjakkan kaki di tempat ini. Konyol sih kata teman saya, kamu sudah sampai ujung Papua tapi Surabaya malah belum pernah, mengingat jarak Surabaya - Malang hanya sekian sentimeter di peta.
Hehehe....you don't get it.
Tempat-tempat seperti ini sakral buatku mamen..titik simulakrum. Mewah. Semacam jumpa fans dengan artis pujaan. Sesuatu yang begitu sureal tetiba so real. Tak ternilai. Baru sebanding kalo dipasrahkan ke momentum alami, kesadaran non lokal. Sesuatu yang asing tapi familiar. Aneh tapi nyata. Megah. Tapi bisa saja kan, tinggal dijadwalkan sebelum take off pergi kesini dulu, toh kamu bolak balik ke bandara belok mampir sebentar kan gampang, tinggal bilang. Yeah..say what you say..you don't get it my friend.
(:


Saya suka jembatan.
Entah kenapa.
Suka.
Selalu suka.

*Akhirnya ke Jembatan Merah juga..dan kebetulan pas lagi baca karya Remy Sylado yang lain Perempuan Bernama Arjuna(filsafat dalam fiksi) baru separuh buku..see...awesome right...the power of kebetulan. Strange Atractor. Strange de Javu.


#me #love #jembatan #jembatanmerah #mystory#justthinking #kembangjepun
 — di Jembatan Merah. Surabaya.