Selasa, 30 Desember 2008

blue print

Sewujud bangunan hadir di setiap kepala, tujuan yang mendenyutkan nyawa ke dalam cetak biru. Satu demi satu mimpi baru tersusun rapi, berlandaskan fondasi mantap, terekatkan semen yang kuat. Lalu bangunan itu dilengkapi dan digenapi, sampai lahirlah utuh ke dunia materi.

Setiap kepala memiliki rancangan bermacam-macam, pilihan bahan yang berbeda-beda. Ada yg bahagia dengan gubuk sederhananya, ada yang baru terpuaskan dengan julangan menara atau istana.

Dalam jutaan bangunan yang ada, pastikan milikmu ada di sana. Sekalipun bukan yang terkemuka, tapi senyata bulan di pembuka candra. Karena banyak batu terbengkalai di sekitar bangunan tak selesai, karena banyak penumpang di teras rumah orang, dan tak ada bangunan yang nyata hanya oleh ancang-ancang.

Mimpi tak berlengan, tetapi akan selalu ada jika engkau menginginkan. Ketika badai datang atau api menelan bangunanmu, batu-batu itu tak akan hancur atau jadi abu. Mereka hanya menunggu uluranmu, kekuatan hatimu, dan satu lagi rancangan blue print mu.

Minggu, 28 Desember 2008

cuaca

Membicarakan cuaca.

Cuaca bagi kami adalah metafora. Menanyakan cuaca menjadi ungkapan yang digunakan saat masing-masing pihak menyimpan hal lain yang gentar diutarakan.

"bagaimana cuacamu?"
"aku biru"
"aku kelabu"

Keangkuhan memecah jalan kami, kendati cuaca menalikannya. Kebisuan menjebak kami dalam permainan dugaan, lingkaran tebak-menebak, agar yang tersirat tetap tak tersurat.

"bagaimana cuacamu?"
"aku cerah, sama sekali tidak berawan. Kamu?"
"bersih dan terang. Tak ada awan."

Batinku meringis karena berbohong. Batinya tergugu karena telah dibohongi. Namun kesatuan diri kami telah memutuskan demikian: menampilkan cerah yang tak sejati karena awan mendung tak pantas jadi pajangan.

Cuaca demi cuaca melalui kami, dan kebenaran akan semakin dipojokkan. Sampai akhirnya nanti, badai meletus dan menyisakan kejujuran yang bersinar. Entah menghangatkan atau menghanguskan.