Senin, 06 September 2010

Aurora[part 1].,


Leret-leret penuh warna di langit kutub saat matahari tenggelam ataupun timbul menyiratkan suatu cerita.
Seorang gadis kecil yang mencari dirinya di antara miliaran asteroid, di dalam kelamnya galaksi, di terpa bekunya hawa di sana-sini. Mengais serpihan meteor sembari menangkis sedotan gravitasi yang tak terprediksi. Setiap saat, setiap waktu. Melompat kesana-kemari, ditemani sebuah mimpi. Tak ada waktu untuk berhenti.
Sesekali terantuklah ia oleh pecahan satelit usang sampah angkasa, tersungkur, menangis, lalu bangkit lagi. Lututnya lecet, lengannya penuh baret, matanya sayu, tapi senyum simpul tak lepas dari bibirnya yang pecah-pecah, sesekali berdarah.
Suatu ketika bertemulah ia dengan sebuah komet yang sangat indah, mampu melesat cepat, menggesek dengan pijar, menerangi sekitarnya. Ia pun terpesona, sembari berusaha tidak lupa akan diri. Dengan mata berbinar kata lalu bergabunglah ia dalam perjalanan baru yang penuh misteri. Sesekali berusaha menikmati. Satu ia terlupa, tak ada yang abadi. Komet itupun makin mengecil, gadis kecil panik. Tanpa pikir panjang melompatlah ia memeluk bintang yang bersinar terang.
Sang bintang memberinya segala, ia pun terlena. Memberikan ketulusan dengan penuh rasa percaya. Tibalah waktu sang bintang akan jatuh, tanpa berkata, hanya dengan seringai serigala dipandanginya gadis kecil itu. Tak sempat bibir mungil itu berucap, tubuhnya didera badai beku yang dinginnya merobek selimut hati, sekitarnya menjadi tak terlihat kalah dengan kecepatan bintang melesat. Jemarinya menggapai percuma, karena ia tahu tidak ada siapa-siapa di sana. Jejeritnya hanya ada didalam hati, terkejut, pucat, lalu mati. Terhukum ketulusan hati. Jasadnya mengambang sesaat di jagad raya, kemudian lebur jadi abu angkasa. Luruh rapuh tersedot gravitasi bumi bercampur cercahan sinar matahari yang terpecah sempurna menjadi jutaan spektrum cahaya, melukis langit dengan warna.
Sebentuk aurora, yang indah pada waktunya.


-redly note-

Tidak ada komentar: