Senin, 28 Maret 2011

Cerita Ksatria


Pada suatu hari ada ksatria terlahir ke dunia, semua bersyukur akan kelahiran sang ksatria. ksatria itupun lahir seperti apa adanya. jujur, polos, dan tak berpola...
Dalam proses pendewasaannya ksatria itu mendapatkan topeng, baju zirah, perisai, pedang, dan kuda dari lingkungan sekitarnya...

Selama bertahun2 sang ksatria nyaman dengan kondisi tersebut, sampai suatu saat ada seorang puteri yang mencoba menarik topengnya. Namun sang ksatria ragu dalam mengikuti sang puteri, sehingga sang puteri kecewa dan meninggalkan sang ksatria...

Suatu saat yang lain sang ksatria bertemu dengan seekor burung, burung yang membuat ksatria mulai memandang langit, makhluk yang melihat sang ksatria apa adanya, walau itu dengan topeng, baju zirah, perisai, pedang, bahkan dengan kuda yang masih ditungganginya...
Burung itupun menemani hari-hari sang ksatria, ada kalanya burung itu pergi, namun pergi untuk kembali, dan membuat sang ksatria terus memandang langit...

Sang ksatria terus nyaman atas kondisinya, kondisi di mana dia terus memakai topeng, baju zirah, perisai, pedang, bahkan dengan kuda yang masih ditungganginya. Suatu hari dia bertemu dengan sang penguasa daerah tersebut, tanpa meninggalkan sang burung sang ksatria mulai tertarik dengan sang penguasa, walau ada burung yang menemani, namun sang penguasa masih sangat dia kagumi, sang ksatria mencoba untuk tinggal. Namun sang ksatria lupa, sang burung tak selamanya diam.sang burungpun pergi ke langit, dan sang ksatria merasa sang burung akan sulit untuk kembali. Sang ksatriapun memutuskan untuk memulai lagi perjalanannya...

Saat melewati hutan yang bukan cuma padang rumput, ksatria mulai berpikir, bahwa kudanya tak lagi dapat ditunggangi. Jadi dia memutuskan untuk turun dari kuda, dan merubah cara berpetualangnya. Hutan itu ternyata lebih dalam dari yang diduga, dalam hutan yang penuh dengan meranti, dia merasa sangat nyaman. kenyamanan itu membuat sang ksatria tak lagi mencari sang burung, dan dia merasa burung itupun pasti akan selalu ada di langit. Kenyamanan itu tak bertahan lama, karena sang ksatria merasa tersesat. entah karena apa, dan kali ini sang ksatria yang memutuskan untuk meninggalkan hutan, namun tetap memakai topeng, baju zirah, dan pedang. sedangkan perisainya telah ditinggalkan...

Ksatria melangkah dengan goyah, sudah banyak yang dia tinggalkan. saat merasa tak dapat bergerak, datanglah sang burung kepadanya. Sang burung kembali memberinya harapan, kembali membuat sang ksatria memandang langit. Namun sang burung melihat adanya keanehan, sang ksatria tak lagi menunggang kuda, sang ksatria tak lagi memegang perisai, walau topeng dan baju zirah masih terpakai, dan sang ksatria masih setia pada pedang. Ksatriapun sulit mengenali sang burung, sang burung menjadi begitu anggun, begitu mulia, dan sang ksatria jadi merasa kecil...

Perjalanan terus dilakukan, sang ksatria dan sang burung menuju tujuan yang sama, langit yang sama, dan berusaha memegang konsistensi tujuan. Walau dengan jalan yang berbeda, langit yang mendung, tak lagi berdampingan. Tapi keduanya tahu bahwa tujuannya sama, dan berusaha menjaga cuaca supaya selalu cerah tak berawan...

Dalam perjalanannya, ksatria bertemu kupu-kupu, kupu-upu membuatnya kagum. Walaupun rapuh, kupu-kupu yang menariknya keluar dari kotak yang ada, yang membuatnya melepas topeng dan bersyukur atasnya. Kupu-kupu telah membuatnya membuka mata, kupu-kupu yang merefleksikan dirinya, yang membuatnya menjadi ksatria bebas walau menjunjung kesetiaannya pada pedang. Kupu-kuputelah membuat Ksatria menyadari kemampuannya, Kupu-kupu telah mengajari Ksatria akan arti kebebasan, Kupu-kupu telah membuat Ksatria mensyukuri makna "sayang"...

Kupu-kupu telah membuat ksatria banyak tersenyum, bahagia menjalani harinya yang spesial. tak lagi memakai topeng dengan penampilan yang sama, sang ksatria lebih ekspresif sekarang. Lebih menghargai hidup dan lebih erat memegang pedang dengan baju zirah yang ada. Kupu-kupu yang paling mengerti ksatria, kupu-kupu yang membuat ksatria berarti. ksatria tak lagi merasakan mendung, cerah selalu menaungi harinya bersama kupu-kupu. Ksatria tahu kupu-kupu tak terbang tinggi seperti burung, tak terbang tinggi menuju langit. Namun kupu-kupu selalu berjalan berdampingan dengan ksatria, saling mendekat sekalipun tak terbebat...

Semua memiliki makna, semua memiliki arti, melihat diri sepenuh hati. Setiap perjalanan memiliki tujuan, setiap tujuan menyimpan harapan. Ksatriapun memiliki harapan, harapan untuk mengerti dan dimengerti. Harapan untuk jujur dan percaya, percaya akan cahaya masing-masing. Setiap individu memiliki cahayanya masing-masing, begitupun dengan ksatria. Ksatria memberikan cahayanya pada kupu-kupu, ksatria yakin itu yang terbaik. Meskipun ada sang burung, namun ksatria yakin sang burung mudah menemukan langit, dan sang ksatria telah memutuskan untuk mencari langitnya sendiri. Langit yang ksatria rasa tak sama dengan langit sang burung, namun langit yang sama dengan langit kupu-kupu. Langit yang jujur dan menyimpan harapan sang ksatria...

Ksatriapun lebih ceria, ceria menuju langit bersama kupu-kupu, tak perlu memakai perisai kaku untuk melindungi dari segala ketakutan, tak perlu menunggang kuda untuk berambisi menjadi yang terdepan, dan tak perlu memakai topeng untuk menunjukkan kegarangannya yang dibuat-buat. Sang ksatria cukup memakai baju zirah yang menunjukkan jadi dirinya, dan menggunakan pedang sebagai dasar dia berperang. Semua pasti lebih baik saat diri mendengar kata hati, karena hati tak pernah bohong. Sekarang tergantung dari diri apakah mau menerima kejujuran itu...


^_^

by Aldhita Triasmoro Rahardjo

-my lovely sleepy knight-

Tidak ada komentar: